Konflik Lahan 1.800 Hektare Mulai Terurai, PT Agrinas Siap Bermitra dengan Warga



Sabtu, 26 Juli 2025 | 09:32:11 WIB



Pertemuan antara Perwakilan Masyarakat dan Pihak PT Agrinas Palm Indonesia
Pertemuan antara Perwakilan Masyarakat dan Pihak PT Agrinas Palm Indonesia

Jambi, eNewsTimE.id - Setelah sempat memicu ketegangan dan keresahan, konflik penyegelan sekitar 1.800 hektare lahan di Kecamatan Mendahara dan Geragai, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, mulai menemukan titik terang. 

PT Agrinas Palm Indonesia menyatakan kesediaan untuk bermitra dengan masyarakat yang terdampak, melalui skema bagi hasil 80 persen untuk warga dan 20 persen untuk perusahaan.

Hal tersebut disampaikan dalam pertemuan antara masyarakat, PT Agrinas yang berlangsung di Kantor PT Agrinas, Kamis (24/7/2025), sebagai tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya di PT Wirakarya Sakti Camp Resort Maji Distrik VII, Rabu (23/7/2025).

Lembaga Bantuan Hukum PKKM Jambi, Andre Sembiring, yang turut mendampingi masyarakat menjelaskan bahwa PT Agrinas juga mengizinkan petani tetap mengelola lahan yang sudah ada. Namun, pembukaan lahan baru serta jual beli lahan tidak diperkenankan.

“Pihak Agrinas dan PKH memperbolehkan petani mengelola lahan eksisting, tapi tidak diizinkan membuka lahan baru atau melakukan jual beli lahan di kawasan tersebut,” ujar Andre kepada media ini.

Lebih lanjut, Andre menyebutkan dalam waktu dekat PT Agrinas akan melakukan pemetaan titik koordinat lahan yang masuk dalam zona peta PKH.

“Pemetaan akan dilakukan untuk menentukan titik koordinat yang termasuk dalam kawasan PKH,” tambahnya.

Di tempat terpisah, Kepala Desa Merbau, Amiruddin, yang turut hadir mendampingi masyarakat, menegaskan bahwa hasil pertemuan akan disampaikan kembali kepada warga.

“Pola kemitraan yang ditawarkan 80 persen untuk masyarakat dan 20 persen disetor ke negara. Hasil pertemuan akan kami sampaikan kembali ke warga melalui perwakilan,” jelas Amir.

Pernyataan ini menjadi titik balik dari konflik yang memanas sejak lahan disegel oleh Satgas PKH, yang sempat menimbulkan kegelisahan di kalangan masyarakat. 

Penyegelan yang disinyalir lantaran status lahan tersebut berada dalam kawasan yang terindikasi belum sinkron secara spasial dan legal dengan peta nasional satu peta (PKH).

Dengan adanya pola kemitraan dan proses pemetaan, konflik agraria yang sempat memuncak ini kini mulai mereda, meski masyarakat tetap menuntut transparansi dalam implementasi di lapangan.


Penulis: Akhmad
Sumber: eNewsTimE.id

Advertisement